Jumat, 06 Maret 2009

GOOD BYE, BOTOL SUSUKU……….!

Salah satu hal yang sulit dalam proses pengasuhan anak adalah menghentikan kebiasaan yang telah berlangsung lama. Misalnya menghentikan kebiasaan minum susu menggunakan dot.
Putra hebatku Raihan telah berhasil menghentikan kebiasaannya itu tepat pada ulang tahunnya yang ketiga tanggal 26 Januari lalu. Meskipun tidak langsung berhenti secara total, tetapi paling tidak pada siang hari Rere sudah minum susu menggunakan gelas.

Sebenarnya, menurut artikel yang pernah saya baca, sebaiknya kebiasaan minum susu menggunakan dot dihentikan sejak anak berumur 1,5 tahun karena setelah umur tersebut, anak akan lebih sulit untuk dipisahkan dari dotnya. Tapi, apa daya, aku tidak tega memisahkannya dari botol susunya pada usia tersebut, mengingat ketika berumur 1 bulan, Rere sempat kehilangan bobot tubuhnya sekitar 1,5 kilo karena tidak mau minu ASI. Apa lagi pengalaman kakaknya yang begitu berhenti minum susu dengan dot langsung stop minum susu dan tubuh montoknya terpaksa susut meskipun tidak terlampau signifikan.
Setelah melihat perkembangan berat badan dan nafsu makannya yang semakin baik, mulailah aku memutuskan untuk memisahkannnya dengan dot pada ultahnya yang ketiga. Keputusan itu kuambil ketika umurnya sekitar 2,5 tahun.
Sejak saat itu, aku mulai menyampaikan padanya “Raihan sekarang sudah besar, minum susunya di gelas saja ya?” Pertanyaan itu kadang dijawab dengan “ya” kadang juga dengan wajah cemberut pertanda penolakan. Bahkan meskipun jawabannya adalah “ya”, setelah susu siap di gelas, dia menolak meminumnya atau meminumnya sedikit saja dan setelah itu meminta saya untuk memindahkannya ke botol susunya. Kadang-kadang malah dia menyuruhku membuang susunya sambil ngamuk-ngamuk karena “minum susu di gelas ga enak”, begitu katanya.
Jika salah satu usaha yang kulakukan tidak menunjukkan hasil, aku mencoba cara lain. Membelikan gelas bermoncong dengan gambar menarik ternyata tidak juga bisa mengalihkannya dari botol susunya. Kebetulan dia sering menggigit-gigit karet dotnya, aku menggunakan itu untuk mengubah kebiasaan minum susunya.
“Raihan, kalau karet dotnya putus, mama tidak mau membelikan lagi dot yang baru karena di toko tidak ada dijual karet dot untuk anak besar, Raihan kan sudah besar. Tidak seperti adek bayi yang minum susu pake dot”.
Kalimat bujukan itu, dulu berhasil untuk kakaknya. Setelah karet dotnya putus, si kakak langsung meninggalkan botol susunya.
Tapi memang setiap anak berbeda, ternyata cara itu tidak cukup ampuh untuk menghentikan kebiasaannya. Raihan malah semakin hati-hati dengan karet dotnya, bahkan sampai meninggalkan botol susunya, dot itu utuh. Lucu juga sih, padahal sebelumnya karet dotnya diganti setiap bulan karena hampir putus digigiti.
Sambil mencoba-coba cara baru, aku takhenti-hentinya menekankan bahwa Rere sudah besar dan tidak memerlukan botol susunya lagi.
Tidak mudah memang, diperlukan ekstra kesabaran, bahkan terkadang aku merasa hampir menyerah.
Tepat pada ultahnya yang ketiga, aku mulai memisahkannya dengan dotnya pada siang hari. Pada malam hari aku memberinya dispensasi karena ketika tidur Rere masih sering terbagun untuk minta dibuatkan susu. Mulai saat itu, siang hari terutama ketika aku ada di rumah menjadi terasa berat melewatinya.
Sebenarnya Senin sampai Jum’at, Rere aku titip di rumah neneknya, dan dia tidak pernah rewel, karena botol susunya memang sudah dilenyapkan dari peredaran sehingga Rere beranggapan botolnya memang tidak ada, sehingga terpaksa harus minum susu dari gelas. Tapi jika sabtu dan minggu di rumah, hhhh, terpaksa aku harus beradu mulut dengannya karena dia terus memaksa untuk dibuatkan susu di botol. Untung saja aku tidak goyah oleh rayuan dan rengekannya. Meskipun sebenarnya gak tega melihatnya ngamuk-ngamuk dan menangis aku harus kuat, karena sekali saja aku mengalah, maka itu berarti aku harus mengulang dari awal dan itu juga berarti akan mengundur waktu untuk mengubah kebiasaan minum susunya. Paling aku hanya bisa memeluk dan menyeka air matanya dan menghiburnya.
“Rere kan sudah besar, yang minum susu dari botol cuma adek bayi”, bujukku waktu itu.
“Coba Rere berdiri”, diapun menurut dan berdiri di depanku.
“Tuuh, sudah tinggi”, kemudian kuangkat Raihan ke dalam gendonganku
“Aduuuh, berat sekali, memang anak mama sudah besar”
Dan biasanya setelah dibujuk-bujuk, Raihanpun akan mengalah dan minta dibuatkan susu di gelas meskipun kadang tak disentuhnya sama sekali. Tetapi jika dia berhasil menghabiskan segelas susunya, aku tak lupa memujinya “anak pintar”.
Suatu hari, sepupunya minum susu UHT. Mungkin karena sepupunya kelihatan sangat menikmati, diapun tertarik untuk minum. Ternyata Rere suka. Mulai saat itu aku membelikannya susu UHT, awalnya putih tetapi belakangan dia lebih suka yang coklat. Jadilah pada siang hari Rere minum susu UHT dan malamnya minum susu instant menggunakan dot.
Entah kenapa, pada hari Sabtu 7 Pebruari lalu, ketika menjelang tidur Raihan minta diambilkan susu di gelas. Aku masih kaget, dan menanyakan kembali padanya
“ Di gelas, nak” , dia hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju.
Betapa bahgianya aku saat itu, sebahagia ketika dia mulai mengkahkan kaki mungilnya untuk pertama kali. Kuangkat dua jempolku untuk memuji kemajuannya, dan sebelum beranjak ke dapur mengambil susu untuknya, aku tak lupa mendaratkan ciuman ke kedua pipinya seraya mengucapkan “anak pintar, sudah besar ya “, dan diapun tersenyum.
Sejak saat itu, Raihan meninggalkan botol susunya untuk selama-lamanya. Awalnya aku khawatir susu coklat akan merusak giginya karena di minum pada malam hari , tetapi kusiasati dengan memberinya air putih setelah minum susu. Tapi ternyata kebiasaan itu tidak berlangsung lama. Sekarang , Raihan tidak pernah lagi bangun dimalam hari untuk minta susu. Siang haripun dia masih minum susu UHT sesukanya.
Selamat buat Rere.

Tidak ada komentar: