Senin, 01 April 2013

MENJAGA KESEHATAN ANAK DENGAN MENGENAL RUM

          Anak sakit? Orang tua mana yang ga khawatir. Batuk pilek adalah salah satu dari sekian penyakit langganan anak yang sering kali bikin ortu parno dan asal ngasih obat. Naaah, kebenaran tanggal 3 Maret 2013 kemarin ada Seminar Kesehatan Anak yang diselenggarakan atas kerja sama Manulife dan AIMI Sulsel. Pembicaranya didatangkan dari Jakarta, dr. Wiyarni Pambudi, SpA., IBCLC, seorang spesialis anak yang juga konsultan menyusui. Beliau juga aktif di twitter @drOei, rajin banget berbagi ilmu tentang kesehatan anak. Di seminar ini, dr. Oei membahas mengenai RUM (Rational Use of Medicine). Apa dan bagaimana sih RUM itu?
          Sebagai pengantar, dr. Oei menjelaskan bahwa kita berkunjung ke dokter tentu saja dengan tujuan konsultasi kesehatan, dan secara umum ada 5 terapi yang diberikan dokter saat kita berkunjung, yaitu:
  • Advice;
  • Terapi non farmakologi;
  • Terapi farmakologi;
  • Rujukan, second opinion;
  • Kombinasi terapi di atas.
          Tapi, orang tua sering kali membawa anaknya ke dokter untuk memperoleh terapi yang ketiga, terapi farmakologi. Rasanya rugi banget ya kalau ke dokter tapi dokternya ga ngeresepin obat. Lantas, ngapain ke dokter kalau pulang ga dioleh-olehin obat segambreng? Mana bayar konsulnya mahal, belum lagi ngantrinya lama banget karena DSA-nya top markotop, sampai-sampai anak ketiduran di ruang tunggu. Ssssssst, tau ga sih kalau ternyata obat yang diresepin DSA belum tentu dibutuhkan anak kita. Masa siiiiiih? Bukannya dokter tuh sudah pinter banget yak, pasti sudah tau obat apa saja yang harus diberikan ke anak kita. Dokter juga manusia, kan? Makanya, jangan 100% percaya sama dokter. Trus gimana dong? Jadilah smart parent, banyak-banyak belajar, kan sekarang jaman sudah canggih, semua orang dengan mudah mengakses internet, ikutan milis kesehatan khususnya kesehatan anak, follow twitter spesialis anak yang ga pelit bagi-bagi ilmu tentang kesehatan anak. Eits, balik lagi ke obat ya….Sama dr. Oei peserta seminar diperlihatkan contoh resep dokter anak yang isinya 11 atau 13 (lupa jumlah persisnya, yang pasti banyak…..hehehe) macam obat. Kebayang ga, gimana ngasih minumnya? Ngasih paracetamol aja butuh perjuangan banget supaya obat sesuai dosis bisa ketelan sama anak. Belum lagi efek samping obat, dan yang paling ga kuat, harganya pasti mahal dong ya…. Tapi apa sih yang engga buat anak, demi melihat senyumnya kembali mengembang, orang tua pasti berusaha memberikan yang terbaik meskipun harus merogoh kocek dalam-dalam. Iya, kalau obatnya memang dibutuhkan, kalau tidak? selain berat di ongkos, pikirkan juga efek samping yang mungkin timbul dengan penggunaan obat yang tidak sesuai indikasi, sebanding ga efek obat yang didapat dengan penyakit yang disembuhkan.
Yuk kita intip sebentar obat apa saja yang sering diresepkan tidak sesuai indikasi:
  • Steroid, golongan steroid ini adalah obat dewa, obat ini menekan segala jenis peradangan di tubuh, sehingga dari luar kelihatannya anak sudah sembuh, padahal sebenarnya penyakitnya belum hilang. Efeknya, bisa melemahkan sistem imun tubuh, jadinya malah lebih sering diserang penyakit; 
  • Antihistamin, sebenarnya adalah anti alergi tetapi sering kali diresepkan terhadap penyakit non alergi. Hidung meler? Kasih deh antihistamin, padahal belum tentu itu reaksi alergi. Kata dr. Oei, ingus yang terus-terusan keluar itu adalah reaksi alami tubuh untuk mengeluarkan virus, belum tentu alergi. Nah loh….;
  • Antibiotik, tau kan ya kalau obat ini sering diresepkan karena adanya infeksi. Infeksi itu bisa disebabkan oleh virus atau bakteri, antibiotik hanya digunakan untuk mengobati infeksi bakteri. Penggunaan antibiotik tidak hanya membunuh bakteri jahat tapi juga membunuh bakteri baik yang ada di tubuh, makanya seringkali ada anak yang mengalami diare setelah mengkonsumsi antibiotik karena bakteri baik di usus juga ikutan mati. Penggunaan yang tidak tepat juga akan mengakibatkan bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik, sehingga tidak mempan lagi dibasmi sama antibiotik. Iiiiiiih, serem banget yak, kalau semua bakteri jadi resisten;
  • Anticonvulsion, adalah obat anti kejang. Dr. Oei mengingatkan bahwa kejang demam tidak dapat dicegah, yang diperlukan adalah mencari tahu penyebab demam itu sendiri;
  • Suplemen, jika digunakan tanpa indikasi, dapat mengakibatkan reaksi alergi.
          Sebenarnya, setiap gejala ada obatnya, tetapi setiap obat tentu ada juga efek sampingnya. Makanya penggunaan obat-obatan itu harus rasional, harus sesuai indikasi. Masalah yang sangat sering terjadi adalah orang tua mempunyai ekspektasi yang tidak realistis, sebagian orangtua mengharapkan diberi obat oleh dokter untuk kasus selesma (pilek), diare, dan luka ringan, padahal yang diperlukan hanyalah edukasi mengenai tanda-tanda bahaya. Jika tidak ada tanda-tanda bahaya, ketiga penyakit tersebut sebenarnya ga butuh obat. dr. Oei menjelaskan bahwa pada usia balita, anak memang sering sakit, tetapi sakitnya termasuk penyakit ringan yang tidak memerlukan beragam obat. Masih wajar jika balita mengalami 6-8 serangan ISPA (seperti batuk pilek) dan 2-3 episode diare setiap tahun. Bayi muda sampai usia kurang dari 2 tahun memang sangat rentan terhadap infeksi virus, bakteri, parasit, dan mudah tertular jika beremu kontak. Sakit buat usia balita tuh, adalah mekanisme alamiah untuk ngeboost up sistem imunnya. Sekitar usia 7 tahunan anak mulai jarang sakit, dan pada puncaknya, di usia 11-an tahun, imunitas anak bisa mencapai 200% dari imunitas orang dewasa. Sebagian besar gangguan kesehatan anak bisa kok di atasi dengan perawatan yang tepat oleh ortu di rumah. Jadi ke dokter hanya untuk membantu menengggak diagnosa. Makanya bekali diri dengan pengetahuan kesehatan yang benar tentang penyakit anak dan kegawatdaruratan.
       
          Jadi, RUM itu sebenarnya adalah penggunaan obat secara rasional yang berarti pasien mendapat terapi sesuai diagnosa penyakitnya, memperoleh obat dengan dosis dan jangka waktu yang tepat, informasi tepat, dan harga obat yang termurah. Pada dasarnya konsep RUM itu melindungi dokter dan pasien dari misstreatment, overtreatment, dan undertreatment. Jadi RUM bukan berarti anti obat, anti antibiotik, dan anti dokter. RUM ga berarti kalau anak sakit ga perlu ke dokter, hometreatment aja. Bukan seperti itu loh ya, RUM itu menuntut orang tua lebih cerdas dan bijak sehingga bisa membuat keputusan yang tepat dalam menangani masalah kesehatan anak. Yang paling tau tentang anak, pastinya orang tuanya kan? Makanya orangtua harus banyak belajar tentang kesehatan anak, ga perlu kuliah di fakultas kedokteran juga kali ya, tapi setidaknya taulah gimana menangani anak sakit dengan rasional. Kalau orangtua pinter, kan enak berdiskusi dengan dokter, dokternya juga lebih mudah menegakkan diagnosa. Kalau segala-galanya dibebankan ke pundak dokter, kasian juga kali dokternya…..
          Di seminar ini dr. Oei juga menjelaskan mengenai tata laksana demam pada anak. Hayuk disimak!
Pernah dengar fever phobia ga? Ada orang tua yang parno banget kalao anak demam. Demam itu artinya sakit dan harus minum obat. Antibiotik, wajib tuuuh. Padahal, demam itu bukan penyakit. Mekanisme demam juga dijelaskan sama dr. Oei, tetapi ringkasnya, demam itu respon imun tubuh untuk menghalangi invasi mikroba patogen baik itu bakteri ataupun virus, suhu tubuh yang meningkat akan mengusir mikroba patogen tersebut. Normalnya suhu tubuh berada di kisaran 36,5 sampai 37,5 dercel. Tubuh baru disebut demam bila di atas 37,5 dercel. Apabila suhu mencapai 38,5 dercel dan anak merasa tidak nyaman, boleh diberi paracetamol. Tau gak, kenapa baru demam di 38,5 dercel bahkan menurut WHO 39 dercel baru diberi paracetamol? Karena virus tuh mati di suhu 38-38,3 dercel. Jadi kalau anak diberi penurun demam pada saat suhu tubu di bawah 38,5 dercel, tubuh belum sempat membunuh virusnya. Jadinya, demam turun tapi virus ga mati, setelah reaksi obat habis, yaaa, demam lagi karena virusnya belum hilang karena tubuh akan terus bereaksi memerangi virus yang masuk ke tubuh. Trus apa yang harus dilakukan orang tua saat demam, niiiih tips dari dr. Oei:
  • Jangan panik, selalu ukur suhu tubuh, dengan thermometer ya, jangan pake tangan meter;
  • Berikan obat penurun demam jika suhu mencapai 38,5 dercel, jika ada sejarah KD (eits, bukan Krisdayanti lho ya…, Kejang Demam) diskusikan penggunaan anticonvulsion dengan DSA;
  • Perbanyak minum untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang pada saat demam;
  • Gunakan pakaian yang tipis dan nyaman;
  • Kompres air hangat atau rendam air hangat. Kenapa kompres air hangat? Kompres air dingin akan membuat otak membaca bahwa tubuh sedang dingin sehingga suhu tubuh perlu dinaikkan;
  • Obat demam yang diberikan adalah paracetamol atau ibuprofen, tapi ibuprofen hanya bisa diberikan anak usia di atas 6 bulan. 
          Kapan anak demam di bawa menemui dokter? Bila suhu tubuh bayi newborn sampai di bawah 3 bulan di atas 37,9 dercel, suhu tubuh bayi usia 3-6 bulan di atas 38,3 dercel, dan suhu tubuh bayi di atas 6 bulan di atas 39,4 dercel, atau demam menetap selama 72 jam, atau terdapat tanda-tanda bahaya seperti dehidrasi, sesak, lemas, atau tidak sadarkan diri. 
          Di akhir acara dr. Oei berpesan bahwa sehat itu ga mungkin instan, sehat perlu proses, dan prosesnya di awali dengan IMD, dilanjutkan dengan ASI eksklusif selama  6 bulan, dan MPASI rumahan.
          
          Segitu dulu ya sharing dari saya, semoga bermanfaat. Selamat ber RUM ria.