Senin, 01 April 2013

MENJAGA KESEHATAN ANAK DENGAN MENGENAL RUM

          Anak sakit? Orang tua mana yang ga khawatir. Batuk pilek adalah salah satu dari sekian penyakit langganan anak yang sering kali bikin ortu parno dan asal ngasih obat. Naaah, kebenaran tanggal 3 Maret 2013 kemarin ada Seminar Kesehatan Anak yang diselenggarakan atas kerja sama Manulife dan AIMI Sulsel. Pembicaranya didatangkan dari Jakarta, dr. Wiyarni Pambudi, SpA., IBCLC, seorang spesialis anak yang juga konsultan menyusui. Beliau juga aktif di twitter @drOei, rajin banget berbagi ilmu tentang kesehatan anak. Di seminar ini, dr. Oei membahas mengenai RUM (Rational Use of Medicine). Apa dan bagaimana sih RUM itu?
          Sebagai pengantar, dr. Oei menjelaskan bahwa kita berkunjung ke dokter tentu saja dengan tujuan konsultasi kesehatan, dan secara umum ada 5 terapi yang diberikan dokter saat kita berkunjung, yaitu:
  • Advice;
  • Terapi non farmakologi;
  • Terapi farmakologi;
  • Rujukan, second opinion;
  • Kombinasi terapi di atas.
          Tapi, orang tua sering kali membawa anaknya ke dokter untuk memperoleh terapi yang ketiga, terapi farmakologi. Rasanya rugi banget ya kalau ke dokter tapi dokternya ga ngeresepin obat. Lantas, ngapain ke dokter kalau pulang ga dioleh-olehin obat segambreng? Mana bayar konsulnya mahal, belum lagi ngantrinya lama banget karena DSA-nya top markotop, sampai-sampai anak ketiduran di ruang tunggu. Ssssssst, tau ga sih kalau ternyata obat yang diresepin DSA belum tentu dibutuhkan anak kita. Masa siiiiiih? Bukannya dokter tuh sudah pinter banget yak, pasti sudah tau obat apa saja yang harus diberikan ke anak kita. Dokter juga manusia, kan? Makanya, jangan 100% percaya sama dokter. Trus gimana dong? Jadilah smart parent, banyak-banyak belajar, kan sekarang jaman sudah canggih, semua orang dengan mudah mengakses internet, ikutan milis kesehatan khususnya kesehatan anak, follow twitter spesialis anak yang ga pelit bagi-bagi ilmu tentang kesehatan anak. Eits, balik lagi ke obat ya….Sama dr. Oei peserta seminar diperlihatkan contoh resep dokter anak yang isinya 11 atau 13 (lupa jumlah persisnya, yang pasti banyak…..hehehe) macam obat. Kebayang ga, gimana ngasih minumnya? Ngasih paracetamol aja butuh perjuangan banget supaya obat sesuai dosis bisa ketelan sama anak. Belum lagi efek samping obat, dan yang paling ga kuat, harganya pasti mahal dong ya…. Tapi apa sih yang engga buat anak, demi melihat senyumnya kembali mengembang, orang tua pasti berusaha memberikan yang terbaik meskipun harus merogoh kocek dalam-dalam. Iya, kalau obatnya memang dibutuhkan, kalau tidak? selain berat di ongkos, pikirkan juga efek samping yang mungkin timbul dengan penggunaan obat yang tidak sesuai indikasi, sebanding ga efek obat yang didapat dengan penyakit yang disembuhkan.
Yuk kita intip sebentar obat apa saja yang sering diresepkan tidak sesuai indikasi:
  • Steroid, golongan steroid ini adalah obat dewa, obat ini menekan segala jenis peradangan di tubuh, sehingga dari luar kelihatannya anak sudah sembuh, padahal sebenarnya penyakitnya belum hilang. Efeknya, bisa melemahkan sistem imun tubuh, jadinya malah lebih sering diserang penyakit; 
  • Antihistamin, sebenarnya adalah anti alergi tetapi sering kali diresepkan terhadap penyakit non alergi. Hidung meler? Kasih deh antihistamin, padahal belum tentu itu reaksi alergi. Kata dr. Oei, ingus yang terus-terusan keluar itu adalah reaksi alami tubuh untuk mengeluarkan virus, belum tentu alergi. Nah loh….;
  • Antibiotik, tau kan ya kalau obat ini sering diresepkan karena adanya infeksi. Infeksi itu bisa disebabkan oleh virus atau bakteri, antibiotik hanya digunakan untuk mengobati infeksi bakteri. Penggunaan antibiotik tidak hanya membunuh bakteri jahat tapi juga membunuh bakteri baik yang ada di tubuh, makanya seringkali ada anak yang mengalami diare setelah mengkonsumsi antibiotik karena bakteri baik di usus juga ikutan mati. Penggunaan yang tidak tepat juga akan mengakibatkan bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik, sehingga tidak mempan lagi dibasmi sama antibiotik. Iiiiiiih, serem banget yak, kalau semua bakteri jadi resisten;
  • Anticonvulsion, adalah obat anti kejang. Dr. Oei mengingatkan bahwa kejang demam tidak dapat dicegah, yang diperlukan adalah mencari tahu penyebab demam itu sendiri;
  • Suplemen, jika digunakan tanpa indikasi, dapat mengakibatkan reaksi alergi.
          Sebenarnya, setiap gejala ada obatnya, tetapi setiap obat tentu ada juga efek sampingnya. Makanya penggunaan obat-obatan itu harus rasional, harus sesuai indikasi. Masalah yang sangat sering terjadi adalah orang tua mempunyai ekspektasi yang tidak realistis, sebagian orangtua mengharapkan diberi obat oleh dokter untuk kasus selesma (pilek), diare, dan luka ringan, padahal yang diperlukan hanyalah edukasi mengenai tanda-tanda bahaya. Jika tidak ada tanda-tanda bahaya, ketiga penyakit tersebut sebenarnya ga butuh obat. dr. Oei menjelaskan bahwa pada usia balita, anak memang sering sakit, tetapi sakitnya termasuk penyakit ringan yang tidak memerlukan beragam obat. Masih wajar jika balita mengalami 6-8 serangan ISPA (seperti batuk pilek) dan 2-3 episode diare setiap tahun. Bayi muda sampai usia kurang dari 2 tahun memang sangat rentan terhadap infeksi virus, bakteri, parasit, dan mudah tertular jika beremu kontak. Sakit buat usia balita tuh, adalah mekanisme alamiah untuk ngeboost up sistem imunnya. Sekitar usia 7 tahunan anak mulai jarang sakit, dan pada puncaknya, di usia 11-an tahun, imunitas anak bisa mencapai 200% dari imunitas orang dewasa. Sebagian besar gangguan kesehatan anak bisa kok di atasi dengan perawatan yang tepat oleh ortu di rumah. Jadi ke dokter hanya untuk membantu menengggak diagnosa. Makanya bekali diri dengan pengetahuan kesehatan yang benar tentang penyakit anak dan kegawatdaruratan.
       
          Jadi, RUM itu sebenarnya adalah penggunaan obat secara rasional yang berarti pasien mendapat terapi sesuai diagnosa penyakitnya, memperoleh obat dengan dosis dan jangka waktu yang tepat, informasi tepat, dan harga obat yang termurah. Pada dasarnya konsep RUM itu melindungi dokter dan pasien dari misstreatment, overtreatment, dan undertreatment. Jadi RUM bukan berarti anti obat, anti antibiotik, dan anti dokter. RUM ga berarti kalau anak sakit ga perlu ke dokter, hometreatment aja. Bukan seperti itu loh ya, RUM itu menuntut orang tua lebih cerdas dan bijak sehingga bisa membuat keputusan yang tepat dalam menangani masalah kesehatan anak. Yang paling tau tentang anak, pastinya orang tuanya kan? Makanya orangtua harus banyak belajar tentang kesehatan anak, ga perlu kuliah di fakultas kedokteran juga kali ya, tapi setidaknya taulah gimana menangani anak sakit dengan rasional. Kalau orangtua pinter, kan enak berdiskusi dengan dokter, dokternya juga lebih mudah menegakkan diagnosa. Kalau segala-galanya dibebankan ke pundak dokter, kasian juga kali dokternya…..
          Di seminar ini dr. Oei juga menjelaskan mengenai tata laksana demam pada anak. Hayuk disimak!
Pernah dengar fever phobia ga? Ada orang tua yang parno banget kalao anak demam. Demam itu artinya sakit dan harus minum obat. Antibiotik, wajib tuuuh. Padahal, demam itu bukan penyakit. Mekanisme demam juga dijelaskan sama dr. Oei, tetapi ringkasnya, demam itu respon imun tubuh untuk menghalangi invasi mikroba patogen baik itu bakteri ataupun virus, suhu tubuh yang meningkat akan mengusir mikroba patogen tersebut. Normalnya suhu tubuh berada di kisaran 36,5 sampai 37,5 dercel. Tubuh baru disebut demam bila di atas 37,5 dercel. Apabila suhu mencapai 38,5 dercel dan anak merasa tidak nyaman, boleh diberi paracetamol. Tau gak, kenapa baru demam di 38,5 dercel bahkan menurut WHO 39 dercel baru diberi paracetamol? Karena virus tuh mati di suhu 38-38,3 dercel. Jadi kalau anak diberi penurun demam pada saat suhu tubu di bawah 38,5 dercel, tubuh belum sempat membunuh virusnya. Jadinya, demam turun tapi virus ga mati, setelah reaksi obat habis, yaaa, demam lagi karena virusnya belum hilang karena tubuh akan terus bereaksi memerangi virus yang masuk ke tubuh. Trus apa yang harus dilakukan orang tua saat demam, niiiih tips dari dr. Oei:
  • Jangan panik, selalu ukur suhu tubuh, dengan thermometer ya, jangan pake tangan meter;
  • Berikan obat penurun demam jika suhu mencapai 38,5 dercel, jika ada sejarah KD (eits, bukan Krisdayanti lho ya…, Kejang Demam) diskusikan penggunaan anticonvulsion dengan DSA;
  • Perbanyak minum untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang pada saat demam;
  • Gunakan pakaian yang tipis dan nyaman;
  • Kompres air hangat atau rendam air hangat. Kenapa kompres air hangat? Kompres air dingin akan membuat otak membaca bahwa tubuh sedang dingin sehingga suhu tubuh perlu dinaikkan;
  • Obat demam yang diberikan adalah paracetamol atau ibuprofen, tapi ibuprofen hanya bisa diberikan anak usia di atas 6 bulan. 
          Kapan anak demam di bawa menemui dokter? Bila suhu tubuh bayi newborn sampai di bawah 3 bulan di atas 37,9 dercel, suhu tubuh bayi usia 3-6 bulan di atas 38,3 dercel, dan suhu tubuh bayi di atas 6 bulan di atas 39,4 dercel, atau demam menetap selama 72 jam, atau terdapat tanda-tanda bahaya seperti dehidrasi, sesak, lemas, atau tidak sadarkan diri. 
          Di akhir acara dr. Oei berpesan bahwa sehat itu ga mungkin instan, sehat perlu proses, dan prosesnya di awali dengan IMD, dilanjutkan dengan ASI eksklusif selama  6 bulan, dan MPASI rumahan.
          
          Segitu dulu ya sharing dari saya, semoga bermanfaat. Selamat ber RUM ria.

Jumat, 04 Januari 2013

PERKENALAN ANGGOTA KELUARGA BARU KAMI

Iseng-iseng buka blog, waaaaaah ternyata sudah lama banget ga posting. Liat foto profil buntut masih dua. Padahal banyak banget yang bisa ditulis. Uhhhhhhm, sekarang perkenalan anggota keluarga kami yang baru yaaaa. Namanya Khalilah Yasmin Mumtazah, dipanggil Yasmin. Sekarang umurnya sudah setahun. Yasmin tipe anak yang aktif dan periang. Eh iya, Yasmin dari lahir mimik ASI lho, meskipun mamanya bekerja:-). Segitu dulu yaaaa, perkenalan anggota keluarga baru kami. Nanti akan aku posting cerita tentang Yasmin.

Minggu, 25 Juli 2010

Anak Adalah Tanggung Jawab Orang Tua

Pekan lalu di sekolah Rosa diadakan pertemuan orang tua murid. Kebetulan Rosa bersekolah di sebuah Madrasah Ibtidaiyah yang pendidikannya berfokus pada Tahfidzul Qur’an. Seorang Bapak mengkritik sekolah karena anaknya yang baru saja naik ke kelas II sudah hafal banyak surah tetapi belum bisa ngaji. Di pihak lain, seorang Ibu mengatakan bahwa itu bukan kesalahan sekolah, orang tualah yang punya kewajiban untuk mengajarkan anak membaca Al Qur’an. Akhirnya terjadi sedikit perdebatan diantara keduanya. Setelah perdebatan mereda, seorang Bapak berkata :
“Saya menyekolahkan anak saya di sekolah ini, karena menurut saya sekolah inilah yang terbaik untuk mereka. Bahkan bila anak saya ditolak di sekolah ini, saya akan merengek kepada para guru agar mau menerima mereka bersekolah di sini. Seandainya saya punya banyak uang, saya akan membuat sekolah khusus untuk anak saya agar saya selamat di akhirat nanti, karena sayalah yang akan ditanyai mengenai anak-anak saya, bukan gurunya. Maka jika sekolah ini tidak memberikan segala sesuatu sesuai harapan saya, itu bukan kesalahan para guru. Semua itu adalah kesalahan saya sebagai orangtua yang memilihkan sekolah ini untuk mereka”.

Kurang lebih begitulah inti pembicaraannya. Dan setiap kalimat yang terucap dari mulutnya membuatku merenung. Betapa banyak orang tua yang menyalahkan guru ketika anaknya mengalami kesulitan dalam belajar. Sebagian orang tua (mungkin sayapun termasuk di dalamnya) menganggap bahwa ketika mereka memasukkan anak ke sekolah, membayar uang sekolah, dan membelikan segala perlengkapan belajar berarti tugasnya dalam mendidik anak telah beres. Orang tua hanya perlu menitipkan anak ke sekolah dan mereka tidak mau tahu lagi soal proses belajar mengajar di sekolah dan mereka berharap sekolah akan membentuk anak-anak mereka menjadi anak yang cerdas, shaleh, dll sesuai harapannya. Seolah-olah guru adalah makhluk luar biasa hebat yang tahu segala hal dan harus tahu segalanya.
Terima kasih buat Abinya Jundi yang telah mengingatkan kami, khususnya saya, bahwa anak adalah tanggung jawab orang tua, apapun yang terjadi dengan mereka, orang tualah yang akan ditanya pada hari akhir nanti, bukan guru yang mengajar mereka di sekolah, bukan pula nenek, tante, atau baby sitter yang mengasuh mereka di rumah ketika orang tua bekerja dengan dalih demi anak-anak.

Kamis, 20 Mei 2010

Yuk...Jadi Tempat Curhat Terbaik untuk Anak Kita !

Copas dari milis PSPA.... semoga bermanfaat....

Ditulis oleh Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari,Direktur Auladi Parenting School/Master Trainer Program Sekolah Pengasuhan Anak (PSPA)

Curhat, sarana yang sederhana, ternyata dapat membuat anak-anak kita bisa memiliki daya tahan mental lebih baik terhadap lingkungan (negatif). Setidaknya itu yang dipublikasikan riset dari John Hopkins University: remaja-remaja yang memiliki kesempatan berbicara pada orangtua ternyata memiliki daya tahan mental lebih baik terhadap pengaruh lingkungan.

Tanyakanlah pada mereka yang tak pernah curhat pada orangtua, apakah mereka merasa 'dekat' dengan orangtuanya? Bagi sebagian kita juga, coba-coba ingat-ingat masa remaja Anda. Bagi sebagain kita yang curhat pada orangtua, bukankah ada perasaan tenang dan nyaman bukan? Sebaliknya bagi kita yang tak pernah curhat, bukankah sungguh tak enak memiliki orangtua tapi tak nyaman bicara pada orangtua?Lalu, bagaimana agar anak nyaman curhat pada kita, orangtuanya?

Pertama, orangtua harus memahami tipe apakah anaknya ini: periang atau pemalu? Pendekatan pada setiap anak dapat berbeda untuk membuat anak curhat. Anak-anak yang periang mungkin mudah untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Bahkan, sebagian anak ini, jika bicara hampir tanpa titik, berantai seperti kereta api. Agar anak curhat, orangtua tinggal membuat pertanyaan-pertanyaan terbuka dari cerita-cerita yang mungkin akan meluncur dari mulut anak-anaknya.

Tetapi bagi sebagian anak lain seperti anak pemalu, maka ia cenderung diam dan pasif. Ini terjadi karena ia cenderung menjadi ‘pengamat’ dari pada pembicara. Apalagi, anaknya cenderung hati-hati. Tapi, percayalah, berbicaralah adalah kebutuhan bagi semua orang, termasuk bagi anak-anak yang pendiam sekalipun. Hanya saja memang orangtua harus pandai memancing-mancing anak agar mau ‘bicara’.

Caranya, Anda lontarkan satu ‘kejadian’ yang mungkin menarik bagi anak untuk memancing perhatiannya. Saya sebut kejadian ini sebagai “even catching“. “Tadi Mama ketemu teman sebangku KK di sekolah, namanya siapa? Neni ya?” “Apa yang KK sukai dari Neni?” “Kenapa sih Adik suka banget sama pelajaran Bahasa Indonesia?” “Kak, apa yang membuat tadi kakak tertawa di sekolah, bagi dong sama Bunda.... “

Kedua, jika Anda menemukan anak murung atau seperti terlihat sedih karena ada masalah dan belum mau bercerita, tidak apa, jangan pernah dipaksa bicara. Semakin dipaksa semakin ‘otak reptil’ bekerja dan ia semakin menutup mulutnya. Anda cukup bicara “Mama senang jika Kakak mau bercerita.... Klo kakak mau bercerita mama siap mendengarkan”

Ketiga, jika Anda menemukan masalah anak atau anak telah bercerita tentang masalahnya dan ada ‘kontribusi’ akibat dari kelalaian anak itu sendiri, jangan pernah terburu-buru untuk mencoba menceramahi atau menggelontorkan nasihat-nasihat kepadanya. Biarkan ia bebas untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan. Berikan pengertian Anda bahwa Anda mengerti perasaan mereka dan bahwa mungkin Anda pun faham betapa kecewanya jika berbuat lalai. Bahwa kita sungguh-sungguh mendengarkan perasaannya. Orang menyebutnya ini sebagai mendengar aktif.

Keempat, berikan kepercayaan kepadanya untuk bersama-sama mencari solusi atas permasalahan yang ia hadapi. Tentu saja, orangtua boleh membantu, tetapi sebaik-baiknya masalah yang dihadapi anak, anak sendiri yang menemukan solusi atas permasalahan yang ia hadapi. Orangtua sebaiknya berperan sebagai ‘fasilitator’. “Mama tau kamu sedih dengan nilai raportmu, kira-kira apa yang bisa kamu lakukan agar nilai kamu tambah baik?” “Ada tidak yang bisa mama Bantu dari ini?” Dengan ini, anak-anak dilatih untuk menjadi ‘problem solver’ minimum untuk dirinya sendiri atau setidaknya jika kita pun menawarkan bantuan, ia sendiri yang memutuskan di bagian manakah orangtuanya dapat membantu dirinya.

Kelima, kendalikan anak dari televisi. Menonton televisi yang berlebihan dapat membuat anak menjadi pasif. Kita tahu, saat anak nonton televisi ia lebih banyak diam dibandingkan dengan bergerak. Padahal saat bergerak, gerakan bagi anak-anak itu menstimulasi otaknya, kecerdasannya. Dengan anak pasif, ia hanya menerima, tidak aktif merespon. Otaknya jadi tak terlatih untuk berpikir dan dapat membuat mereka semakin sulit untuk mengeluarkan pikiran dan perasaannya. Satu jam sehari nonton televisi cukuplah sekadar untuk memuaskan anak-anak kita. Setidaknya itu yang dilakukan Madonna, artis Hollywood yang terkenal itu. Masak orangtua shalih kalah sama Madonna?

Keenam, berlatihlah. Orantua shalih, seharusnya semakin dewasa anak kita semakin sedikit kita bicara dan kita berikan anak-anak kita justru yang banyak bicara. Memang jika sebagian Anda “hobby” bicara terasa sulit. Tapi insya Allah dengan latihan menahan diri untuk tidak buru-buru mengungkapkan bahwa gagasan kita lebih baik dari pada anak-anak kita, kita akan semakin terlatih membuat anak kita bicara.

Ketujuh, Anda boleh mengungkapkan gagasan, pikiran dan perasaan Anda pada anak setelah anak bicara banyak. Saya terlalu sering bilang pada banyak orangtua pakailah rumus “undang anak bicara, baru kita bicara”. Tapi saat Anda bicara, please... jangan pernah membandingkan anak kita dengan siapapun agar anak berbuat baik. Terima ia apa adanya, fokus saja pada solusinya.

Kedelapan, gunakan waktu-waktu santai anak. Memilih waktu santai lebih efektif karena anak-anak dalam keadaan rileks pikirannya. Ia lebih nyaman untuk bicara dan bahkan mungkin bisa lebih nyaman untuk menerima pesan-pesan yang disampaikan orangtua.

Kesembilan, anti jaim alias jangan pernah jaga image di depan anak. Maksudnya pakailah bahasa tubuh dan ekspresi Anda saat Anda senyum, tertawa, sedih. Sertakan gerakan mata, ekspresi wajah, gerik-gerik tubuh Anda. Tetapi tak usah berlebihan dan hati-hati saat Anda merasa khawatir. Anda harus pandai mengendalikan diri Anda sendiri. Jangan sampai saat anak gadis Anda bicara “Ma aku gemetaran tanganku tadi di sekolah di pegang sama Cecep..”. Jangan sampai Anda justru yang gemetara dan berkeringat dingin di depan anak. Apalagi sampai pingsan di depan anak. Sungguh tak lucu bukan?

Jangan pernah dianggap bahwa kesembilan hal ini ribet. Curhat adalah hal yang sangat sederhana dan tidak memerlukan keterampilan seperti Anda bicara. Yang dibutuhkan dari Anda adalah mau tidak Anda menahan diri untuk tidak buru-buru menyalahkan, untuk tidak buru-buru melontarkan perasaan dan pikiran Anda. Ingat, membuat anak curhat adalah membuat mereka mengeluarkan pikiran dan perasaan mereka, bukan mengeluarkan perasaan dan pikiran Anda. Ingat, Allah menciptakan dua telinga dan satu mulut, makannya, sebenarnya mendengar curhat anak seharusnya lebih mudah daripada bicara pada anak.

Sabtu, 23 Mei 2009

Kutunggu Keceriaanmu Kembali, nak!

Jam istirahat aku sempatkan untuk pulang melihat kondisi Raihan, ternyata kondisinya semakin lemah, wajahnya pucat dan matanya cekung. Bapak bilang sejak tadi dia menungguku dan akhirnya tertidur. Ketika bangun, aku memawarkan makan padanya,Raihan hanya menggeleng lemah. Nak, kamu kenap sih? Tidak biasanya kamu seperti ini. Kuputuskan untuk membawanya ke dokter sepulang kantor nanti.
Akhirnya untuk ketiga kalinya aku harus pasrah merelakan nadinya dialiri cairan infus. Dehidrasi akibat muntah dan kurangnya asupan membuat tindaka tersebut menjadi hal yang sangat masuk akal untuk segera dilakukan. Toh aku tidak ingin cairan tubuh pangeran kecilku terus menyusut yang pada akhirnya dapat mengganggu fungsi organnya. Pangeran kecilku ini memang hebat, aku khawatir pengalaman diinfus 2 bulan lalu akan membekaskan trauma, ternyata tidak terbukti. "Nak...diinfus lagi tidak apa-apa kan?" tanyaku sambil menunjuk perawat yang sedang mepersiapkan cairan infus. Raihan mengangguk mantap. Dan Raihan membuktikan ketegarannya ketika dokter menusukkan jarum infus ke nadinya, subhanallah, dia cuma meringis dan berkata lirih "sakit....", tetapi Raihan tetap tenang memperhatikan dokter dan perawat menyelesaikan tugas mereka. Kini, ketika botol cairan kedua masih separuh, Raihan mulai memperlihatkan senyumnya, sudah mulai minta makan meskipun sedikit, dan celotehan riangnya yang 2 hari ini tak terdengar kini mulai menyapa kami lagi. Semoga cepat pulih, nak.
RS Luramay 18

Jumat, 22 Mei 2009

What's wrong with u, son?

Tidak biasanya Raihan seperti ini. Celotehnya yang memenuhi seisi rumah, tingkahnya yang seringkali menggemaskan terkadang menjengkelkan, semuanya hilang . Biasanya dia aktif mengeksplorasi seluruh bagian rumah dan isinya, kini hanya berbaring di kasur yang kuletakkan di depan tivi sambil memeluk guling kesayangannya. Spongbobsquerpantspun tdk lagi menjadi hal menarik baginya. Kemarin pagi dia bangun dan muntah karena batuk. Muntah bukanlah hal yang menghawatirkan untuk Raihan. Sejak bayi, dia memang sering muntah, baik itu karena batuk atau karena kekenyangan. Tapi kemarin, sampai malam, Raihan muntah 5 kali, hal yang tidak biasa.Ada apa denganmu nak? Biasanya batuk bahkan demam tidak mengurangi keaktifan mu. Aaahh, mama rindu mendengar celotehanmu, mama ingin kau menarik-narik tangan mama sambil memperlihatkan sesuatu yang menurutmu menarik. Semoga sepulang kantor nanti mama bisa melihat keceriaanmu kembali.

Selasa, 05 Mei 2009

Kurangkah Berat Badan Anakku ?

Tadi pagi saya ke TKIT Al-Bina untuk mendaftarkan Raihan masuk Kelompok Bermain. Kebetulan sekolah akan mengadakan kegiatan lomba mewarnai antar TK yang disponsori oleh salah satu produsen susu bubuk. Dan kebetulan lagi, pihak dari sponsor ada ditempat itu untuk membicarakan lomba yang akan diselenggarakan.

“Ini anak yang mau disekolahkan ya ? (sambil menunjuk Afifah yang sedang duduk manis di sampingku)” sapa seorang wanita yang kuduga perwakilan dari produsen susu dengan ramah.
“Bukan, ini sepupunya, anak saya sedang main di luar” jawab saya sembari menyunggingkan senyum.
“Anaknya berapa tahun, bu? “ tanya si mbak lagi.
“3 tahun”

“Tidak minum susu, ya?”
Hhhmm, saya mulai curiga nih.
“Minum susu UHT”
“Susu UHT ya ? Gizi susu UHT tidak cukup tuh, bu. Berat badan anak ibu kelihatannya kurang“
“Hah ?, gak sopan banget nih si mbak. Masa anakku dibilang kekurangan berat badan, berarti kurang gizi dong” batinku.

Seandainyapun anak saya beratnya kurang, sampaikanlah dengan sopan. Memang dia tahu berat badan Raihan? Kok bisa bilang anak saya kekurangan berat badan.
“Beratnya 15 kg, saya rasa itu sudah standar”
“3 tahun ya ? Waah, seharusnya 16 atau 17 “
Waduuh…belajar dari mana mba ? Setahu saya nih, pada umur 1 tahun berat badan anak adalah 3 kali berat lahir, terus pada umur 2,5 tahun menjadi 4 kali berat lahir, dan pada usia pra sekolah akan bertambah 2 kg setahun.

Naah, sekarang kita hitung ya !
Raihan lahir dengan berat 2,95 kg, pada usia 1 tahun beratnya 10 kg. Pada Usia 2 tahun beratnya 12 kg. Ketika Ultahnya yang ke 3, beratnya 14 kg. Sekarang usianya 3 tahun 4 bulan dan beratnya 15 kg.
Pake rumus standard deh ;
Berat Badan = 8 + 2nkg, n adalah umur anak
Jadi bera Raihan sekarang seharusnya : 8 + 2 (3,3) = 14,6 kg
Kurang kah ? Dari beberapa sumber yang saya baca sih, itu dalam batas normal. Berat badan anak baru dikatakan kurang jika hanya mencapai 80% dari berat rata-rata.

Kayaknya si mbak perlu lebih banyak belajar daripada sekedar mempromosikan produknya.
Belum cukup sampai di sini. Si mbak pun melanjutkan jurus promosi berikutnya.
“Kenapa tidak minum susu bubuk, bu?”
“Menurut saya, susu UHT jauh lebih baik. Ini menurut saya dan menurut beberapa bahan yang say baca, lho mbak. Pernah sih, saya beri susu bubuk (sambil menyebutkan merek susu yang pernah diminum Raihan), tapi sekarang saya beralih ke susu UHT”
“Ooooo, pantas berat badan anak ibu kurang, susu yang ibu sebutkan itu memang bisa membantu menaikkan berat badan anak, tapi tidak mengandung DHA. Kalau produk kami sudah mengandung DHA”
Mulai lagi deh si mbak menilai anak saya dan menurut saya itu sama juga dengan menilai pilihan saya membesarkan anak.
“Maaf, ya mbak. Menurut saya semua produk susu mengandung DHA, bahkan tubuh kita sendiri sudah memproduksinya. Jadi untuk apa tambahan DHA lagi. Bukankah segala kelebihan zat yang ada di tubuh itu akhirnya akan dibuang juga malah beberapa malah bisa merugikan. Dan susu UHT adalah yang terbaik.
“Tapi bener deh, berat badan anak ibu kurang coba aja datang ke sini ketika lomba, ibu akan memperoleh konsultasi gizi gratis”, promonya lagi

Capek deh………Masih aja si mbak ngeyel soal berat badan anak saya. Menyebalkan.
“Tidak, terima kasih, saya merasa anak saya sudah cukup gizinya. Perlu mbak tau, dia anak yang sangat aktif, posturnya juga lebih tinggi dari anak sesusianya, mungkin itu yang mengakibatkan anak saya kelihatan tidak segendut anak lainya. Tapi saya cukup puas dengan ini, sejauh ini, alhamdulillah dia sehat. Itu yang penting” jawab saya panjang menutup obrolan dengan si mbak.
Saya mengalihkan percakapan mengenai penadaftaran Raihan.

Terus terang, saya tidak habis pikir sama si mbak tadi. Sudah memvonis anak saya kekurangan berat badan, eee…. Masih juga menyalahkan saya karena memilih UHT untuk anak saya.

Setiap ibu pasti berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Termasuk dalam pemilihan makanan, termasuk susu. Jika ada ibu yang memberikan susu bubuk merek terntu kepada anaknya, itu karena menurut mereka itulah yang terbaik. Bahkan jika ada yang memberikan susu kental manis untuk anaknya, mungkin itulah yang terbaik menurut si ibu. Terbaik di sini bisa berarti terbaik dalam nilai gizi dan terbaik dalam jangkauan keuangan keluarga. Semua itu tentunya tak lepas dari kemampuan membeli dan keluasan wawasan para ibu.

Jika menurut saya UHT adalah yang terbaik untuk anak saya selain kemampuan membeli saya, juga saya merasa itulah yang terbaik bagi anak saya. Berikut ini beberapa keunggulan susu UHT “
1. Daya simpannya yang sangat panjang pada susuh kamar yaitu mencapai 6-10 bulan tanpa bahan pengawet dan tidak perlu dimasukkan ke lemari pendingin. Jangka waktu ini lebih lama dari umur simpan produk susu cair lainnya seperti susu pasteurisasi. Selain itu susu UHT merupakan susu yang sangat higienis karena bebas dari seluruh mikroba (patogen/penyebab penyakit dan pembusuk) serta spora sehingga potensi kerusakan mikrobiologis sangat minimal, bahkan hampir tidak ada.
2. Kontak panas yang sangat singkat pada proses UHT menyebabkan mutu
sensori (warna, aroma dan rasa khas susu segar) dan mutu zat gizi,
relatif tidak berubah.

Proses pengolahan susu cair dengan teknik sterilisasi atau pengolahan menjadi susu bubuk sangat berpengaruh terhadap mutu sensoris dan mutu gizinya terutama vitamin dan protein.

3. Pengolahan susu cair segar menjadi susu UHT sangat sedikit pengaruhnya terhadap kerusakan protein. Di lain pihak kerusakan protein sebesar 30 persen terjadi pada pengolahan susu cair menjadi susu bubuk.

Kerusakan protein pada pengolahan susu dapat berupa terbentuknya pigmen coklat (melanoidin) akibat reaksi Mallard. Reaksi Mallard adalah reaksi pencoklatan non enzimatik yang terjadi antara gula dan protein susu akibat proses pemanasan yang berlangsung dalam waktu yang cukup lama seperti pada proses pembuatan susu bubuk. Reaksi pencoklatan tersebut penyebabkan menurunnya daya cerna protein.
4. Proses pemanasan susu dengan suhu tinggi dalam waktu yang cukup lama
juga dapat menyebabkan terjadinya rasemisasi asam-asam amino yaitu
perubahan konfigurasi asam amino dari bentuk L ke bentuk D. Tubuh
manusia umumnya hanya dapat menggunakan asam amino dalam bentuk L.
Dengan demikian proses rasemisasi sangat merugikan dari sudut pandang ketersediaan biologis asam-asam amino di dalam tubuh.
5. Reaksi pencoklatan (Mallard) dan rasemisasi asam amino telah berdampak kepada menurunnya ketersedian lisin pada produk-produk olahan susu.


Penurunan ketersediaan lisin pada susu UHT relatif kecil yaitu hanya mencapai 0-2 persen. Pada susu bubuk penurunannya dapat mencapai 5-10 persen.

Saya berharap si mbak banyak belajar, belajar mengenai hal-hal yang berkaitan dengan produknya, belajar menghargai pilihan orang, dan belajar berkomunikasi yang baik.