Senin, 01 September 2008

OUT BOND and SUPERCAMP

Dua minggu lalu, Rosa, menyampaikan padaku bahwa sekolahnya akan menyelenggarakan perkemahan di Soppeng, salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan, yang jaraknya kurang lebih 3 sampai 4 jam dari Makassar. Waktu itu Rosa bilang tidak mau ikut karena jaraknya yang terlalu jauh, lagipula anakku yang satu ini paling tidak bisa jauh dari aku.
Keesokan harinya Rosa mengadu tentang buku sosialnya yang hilang di sekolah. Aku menghiburnya dengan mengatakan bahwa mungkin bukunya tertinggal di sekolah atau tidak sengaja di bawa temannya.
“Tapi bu, di dalamya ada yel-yel kelompok out bond Rosa !”
“Biar saja, Rosa kan gak ikut”, timpalku
“Rosa mau ikut, outbondnya tidak jadi di Soppeng tapi di Benteng Sombaopu“, rengeknya
“Soalnya Pak Guru sudah ke Soppeng, lokasinya kotor kata Pak Guru”
“Ya sudah, kalau begitu besok yel-yelnya dicatat ulang di sekolah”, saranku
“Ibu senang kalau Rosa mau ikut kegiatan di sekolah, selain tambah pengalaman juga untuk melatih kemandirian Rosa”, jelasku memberinya semangat.

Outbond and Supercamp memang merupakan acara rutin yang diadakan sekolah Rosa stiap awal tahun ajaran, untuk mempererat persaudaraan di antara para siswa, melatih kemandirian, dan cinta lingkungan. Kegaiatannya banyak, ada acara api unggun, pertunjukan seni, nonton film, tilawah, shalat malam, dan puncaknya outbond yang di adakan keesokan harinya. Meskipun pengalaman tahun kemarin, setiap ada acara nginap entah itu di sekolah atau di alam terbuka, malamnya Rosa pasti nangis, aku tetap mendorongnya untuk ikut. Terima kasih buat bapak dan ibu guru Rosa yang sabar menghadapi Rosa pada saat nangis mencari ibunya. Bahkan meskipun setelah 4 kali ikut outbond cuma dua kali Rosa mau ikut flying fox, aku tetap memberinya semangat agar kali ini dia punya keberanian untuk kembali mencoba flying fox.
Semua orang tua tentu ingin anaknya sempurna, melihat murid lain yang adem-adem aja kalau jauh dari orang tua membuatku ingin agar Rosa juga seperti itu. Melihat teman-teman Rosa yang berlomba-lomba ingin mencoba flying fox, juga membuat ingin melihat Rosa seperti mereka. Ada kekecewaan setiap pulang outbond Rosa bilang kalau dia tidak berani naik flying fox.
Malam itu sudah pukul 21.00, kuambil surat pemberitahuan dari sekolah yang melampirkan jadwal acara perkemahan Rosa.
21.30 Istirahat, berarti sebentar lagi Rosa tidur dan sampai detik ini belum ada telepon dari gurunya seperti biasa. Kuletakkan ponselku di sampingku, menunggu, sambil menonton tv. Jam di ponselku sudah menunjukkan pukul 22.00 tapi ponselku tak bordering. Fiuuh….aku bernafas lega, mungkin Rosa sudah terlelap di dalam tendanya. Akupun beranjak ke kamar, sebenarnya sejak tadi kantuk menyergapku, tapi kutahan, menunggu kalau-kalau ponselku tiba-tiba brdering. Sekarang aku yakin, Rosa, putri kecilku sudah bermimpi indah. Tidak sabar rasanya menunggu besok, ingin kucium pipinya sebagai hadiah dari kemanjuan yang diperlihatkannya.
Aku sengaja menjeputnya tepat pada saat seluruh rangkaian acara selesai. Berharap Rosa mau mencoba lagi flying fox, karena kalau aku ada pada saat kegiatan hight impact itu dilaksanakan Rosa pasti akan memelukku dengan erat dan enggan mendekati arena.
Sesampai di lokasi perkemahan, semua sudah bersiap-siap untuk pulang. Kulihat Rosa menuruni tangga rumah adat Gowa tempat peristirahatan mereka. Aku mendekatinya, dan kaliamat pertama yang diucapkannya adalah “Bu, saya tidak nangis tadi malam”, senyum mengembang dari bibirnya. Kuangkat jempolku seraya memujinya “anak hebat, begitu dong, Rosa sekarang sudah semakin besar, ya!”. Tak lupa kudaratkan ciuman ke pipinya. Rosa berlari menuju Bapaknya yang menunggu di motor karena Raihan tertidur dalam perjalanan tadi.
“Oooo, pantas terlambat, adek bobo sih”, Rosa menyimpulkan sendiri keadaan yang dilihatnya. Mungkin tadi Rosa berharap kami datang lebih cepat.
Masih teringat bagaimana senangnya wajah Rosa ketika mengabarkan bahwa dia tidak menangis tadi malam. Mungkin aku berharap terlalu banyak pada gadis kecilku. Mungkin aku berharap sesuatu yang belum mampu dilakukannya. Seharusnya tidak kubandingkan Rosa dengan anak-anak lain. Bukankah setiap anak unik, dan setiap anak mempunyai kesiapan yang berbeda-beda untuk mempelajari dan untuk melakukan sesuatu. Mungkin sekarang adalah waktunya untuk selangkah lebih maju, tidak menangis di malam hari ketika jauh dari aku. Mungkin lain kali akan tiba waktunya dimana Rosa siap meniti jembatan tali, dan melakukan flying fox ketiganya.
Kadang-kadang sebagai orang tua, kita memaksa anak kita menjadi seperti ini atau menjadi seperti itu tanpa memikirkan apakah mereka mau, mampu, dan senang melakukannya. Terkadang tanpa kita sadari kita memaksa anak-anak untuk melakukan sesuatu untuk memenuhi ambisi kita. Sering kali kita membandingkan anak kita dengan anak lain, si anu bisa begini, kenapa anak kita tidak ? lalu memaksanya untuk menjadi seperti anak lain. Padahal setiap anak unik, mereka memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, yang pasti setiap anak berbeda dengan ank lain.
Seharusnya itu kusadari sejak awal, tidak terlalu menuntut Rosa untuk melakukan flying fox. Rosa mau ikut kegiatan sekolah saja itu sudah lebih dari cukup, bukankah itu berarti Rosa mau belajar. Belajar tidur tanpa aku, belajar mandiri, dan mungkin belajar mengumpulkan keberanian untuk flaying fox berikutnya. Bagiku kini, tidak menangis ketika jauh dariku merupakan hal yang sangat berarti, tidak mengikuti flying foxpun bukan lagi hal yang mengecewakan bagiku. Apalah artinya tidak bisa flying fox, bukankah berani tidur di kamar sendiri pada pada usia 6 tahun adalah hal yang membanggakan ? Bukankah berani tampil di depan umum juga adalah hal yang tak kalah membanggakan, apalagi mengingat dulu Rosa sangat tidak pede kalau harus tampil di depan umum. Menjuarai lomba mewarnai di sekolah, masuk peringkat 3 besar di kelasnya, berani berenang di kolam renang dewasa, mulai berpuasa penuh pada umur 5 tahun, bisa shalat dengan sempurna baik sikap maupun bacaannya pada usia 6 tahun, bisa memandikan adiknya, dan banyak lagi hal lainnya yang dulunya bukan apa-apa bagiku kini menjadi sangat berarti. Bagiku semua itu merupakan prestasi bagi Rosa. Prestasi yang membanggakan.
Ternyata, sebagai orang tua saya masih harus banyak belajar. Belajar memahami anak, belajar melihat melalui mata kecil mereka, belajar merasa melalui hati mereka, dan berpikir melalui otak kecil mereka yang luar biasa. Bukan memaksa mereka mengerti dan memahami aku sebagai orang tua. Terima kasih, buat anak-anakku yang manis dan cerdas, melalui kalian, ibu belajar banyak hal. Ajarkan ibu lebih banyak lagi, agar ibu bisa memahami dunia kalian yang indah, penuh warna, dan penuh keceriaan.



Makassar, 01 September 2008

Tidak ada komentar: